PlayerUnknown’s Battlegrounds dan Masa Depannya di Esports
article-banner
PlayerUnknown’s Battlegrounds dan Masa Depannya di Esports
Estu Putro Wibowo
Agt 09,2017
share
like

Para pengguna Steam sedang dilanda demam game multiplayer selain DOTA 2 dan Counter-Strike: Global Offensive. Game multiplayer tersebut berjudul PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) yang dimainkan dengan format battle royale (pertempuran beramai-ramai).

PUBG dikembangkan oleh Bluehole dan Brendan “PlayerUnknown” Greene yang mendapatkan inspirasi dari film Battle Royale. Pada awalnya game ini merupakan mod dari seri ARMA yang kemudian dikembangkan menggunakan Unreal Engine 4.0 sehingga berubah menjadi stand alone.

Setiap pertempuran PUBG selalu dimulai dengan terjun HALO (high attitude low opening) dari sebuah pesawat yang melintas di atas sebuah pulau. Setelah berhasil mendarat di bagian tertentu pada peta, kamu harus adu cepat mengumpulkan senjata, item, kendaraan, dan equipment untuk bertahan hidup selama mungkin di pulau yang bertema Rusia ini.

Membunuh atau dibunuh merupakan gameplay sekaligus daya tarik utama dari PUBG. Untuk mempercepat terjadinya clash atau pertempuran, PUBG menghadirkan zona white circle (tempat aman) yang akan terus mengecil di setiap fase waktu tertentu. Bila kamu tetap berada di luar white circle, kamu akan terkena serangan EMP yang akan mengurangi HP yang kamu miliki dengan cepat.

Selain white circle dan blue circle, PUBG juga menghadirkan red zone (daerah carpet bombing) yang berbahaya dan Air Drop yang berisikan berbagai senjata, item, dan equipment langka.

Kondisi menang dalam permainan ini cukup sederhana. Kamu atau timmu harus jadi orang terakhir yang bertahan hidup dari sekian puluh orang dalam peta. Membunuh adalah salah satu, namun bukan satu-satunya cara mengingat sumber daya berupa senjata, item, serta HP yang kamu miliki sangatlah terbatas.

Apakah PlayerUnknown’s Battlegrounds akan Menjadi Cabang Esports?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, PUBG harus memenuhi berbagai persyaratan seperti gameplay yang kompetitif atau bisa diadu, balance, player base yang besar, dukungan developer dan yang paling penting, serta komunitas yang aktif berusaha mengembangkan scene esports dari game tersebut.

Sekarang mari kita coba lihat satu persatu, apakah PUBG memiliki semua syarat di atas sehingga layak dipertandingkan dan menjadi salah satu cabang esports.

Kombinasi sistem battle royale dan dunia yang open world menyebabkan semua pemain PUBG bisa menerapkan berbagai strategi untuk bertahan hingga akhir permainan. Bisa saja kamu bermain dengan gaya gung ho yang super offensive, taktis dengan memanfaatkan lingkungan, atau super defensive yang memilih untuk melakukan camping di dalam rumah.

Urusan gameplay akan semakin rumit begitu kita memasukan RNG yang ada di dalam gamenya. Coba kamu perhatikan, bagaimana randomnya senjata yang kamu peroleh di lokasi pendaratan. RNG ini memungkinkan untuk memaksa orang-orang bermain dengan tingkat adaptasi yang tinggi, sama seperti cabang esports lainnya, namun tidak terlalu ekstrim sampai membuat hasil permainan ditentukan hanya dari faktor keberuntungan.

Semua kebabasan ini menyebabkan PUBG memiliki spektrum gameplay yang luas dan sangat kompetitif sehingga bisa diadu atau dipertandingkan. Dengan ini syarat pertama berhasil dipenuhi oleh PUBG.

Berikutnya adalah bagian balance dalam game. Untuk urusan balance, Bluehole selalu mengeluarkan patch dan balance yang mempengaruhi jalannya permainan. Sebagai contoh, pada 29 Juni 2017 Bluehole mengeluarkan patch yang mengubah spawn untuk senjata Groza 7.62 dan VSS demi mengurangi peredaran senjata yang terlalu kuat di permainan.

Selain patch di atas, tanggal 3 Agustus 2017 lalu Bluehole juga mengelurkan patch mode first person only yang bakal mengubah total cara bermain PUBG. Awareness menjadi sangat rewarding sementara itu peek dan scan menjadi cukup berbahaya.

Untuk urusan player base, PUBG tampaknya bakal langsung memenuhi syarat tersebut tanpa mengalami kesulitan. Pasalnya hingga Agustus ini game ini sudah dibeli 6 juta kali dan dimainkan oleh 200 ribu hingga 400 ribu pemain setiap harinya. Di Indonesia sendiri pemilik PUBG di bulan Agustus 2017 sudah mencapai 25 ribu orang, hanya terpaut sedikit dengan pemain dari negara Hong Kong.

Peran komunitas untuk mengembangkan PUBG sebagai salah satu cabang esports mulai terasa, sebagai buktinya banyak event besar yang berasal dari komunitas. Contoh konkritnya adalah, Gamescom di Jerman yang mengadakan turnamen lokal untuk PUBG. Sementara itu Dreamhack Summer 2017 juga sudah lebih dulu membawa PUBG ke event mereka.

Event tersebut memang masih terbilang sedikit dan kecil bila dibandingkan turnamen untuk game mainstream lainnya seperti DOTA 2 atau Counter-Strike: Global Offensive. Tetapi untuk game yang baru seumur jagung, prestasi ini tergolong sangat luar biasa.

Dari seluruh alasan di atas, jelas PUBG sudah memenuhi syarat untuk menjadi cabang esports dan mungkin bakal menjadi reguler seperti cabang lainnya. Yang jadi pertanyaan kami di sini adalah, berapa banyak manpower dan dana yang dibutuhkan untuk membuat event 100 orang tersebut? Apakah hal ini bisa dilakukan di Indonesia?


Sebenarnya gejala PUBG bakal menjadi salah satu cabang esports sudah tercium dari awal. Bahkan dalam wawancaranya dengan Esports Pro Greene menyebutkan kalau semua itu sebenarnya sudah masuk perhitungan mereka dan akan diterapkan sedikit demi sedikit.

Untuk menjawab tantangan ini Metaco.gg akan mengangkat PUBG ke dalam salah satu rubiknya. Kami akan membahas segala elemen yang ada di PUBG dengan mendetil, jadi kamu selalu bisa menjadikan Metaco sebagai referensi utama ketika bermain PUBG atau ketika ada turnamen PUBG di Indonesia. Turnamen PUBG? Betul, kamu tidak salah baca, tunggu saja tanggal mainnya.

Artikel Terkait

Tags: