Mengenang majalah game di Indonesia itu seperti melihat ke salah satu gudang rumah anggota redaksi Metaco.gg. Di dalam gudang tersebut tersimpan seonggok majalah yang tertutup debu cukup tebal. Ya, memang sudah selama itu majalah game di Indonesia mati suri atau meninggalkan rak-rak majalah di toko buku kesayangan kamu.
Era sebelum majalah game
Tonggak berdirinya media game atau majalah game di Indonesia selalu dimulai dengan tabloid Fantasi. Tabloid yang didirikan oleh almarhum Arswendo Atmowiloto ini pada awalnya hanya membahas berbagai konten populer yang berasal dari TV dan bioskop. Salah satu pokok bahasan yang paling populer saat itu adalah serial Satria Baja Hitam yang kala itu ditayangkan oleh RCTI.
Setelah memiliki konten utama yang populer, tabloid Fantasi memasukan rubik dan panduan game ke dalam ekosistemnya. Kalau tidak salah, posisi rubik dan panduan game ini adanya di halaman tengah dari tabloid Fantasi. Game yang kerap dibahas adalah Mortal Kombat, lengkap dengan berbagai kode rahasia dan combo miliknya.
Tabloid Fantasi ini tetap membahas game hingga tahun 98. Ketika krisis moneter menghantam, tim redaksi yang saat itu sudah tidak dipimpin oleh kak Gun memutuskan untuk ganti halauan ke artis-artis muda yang lebih penuh warna. Walaupun berakhir karena keputusan redaksi, keberadaan tabloid Fantasi membuka jalan yang lebar bagi berkembangnya majalah game di Indonesia. Bisa dibilang tabloid Fantasi merupakan blueprint dari majalah game di Indonesia.
Era golden age majalah game Indonesia
Walaupun sempat dihantam krisis di tahun 99, industri majalah game di Indonesia semakin menggeliat. Era ini dibuka dengan hadirnya berbagai majalah game dari Surabaya dan Bandung. Saat itu mulai muncul Game Master, 3D Magazine, dan Ultima. Kenapa ketiga majalah ini kami sebutkan bersama-sama? Karena ketiganya berasal dari Ami Raditya (GrandC) saat belum bergabung ke Jawa Pos.
Sementara itu dari Bandung kita mengenal Gamestation yang merupakan saudara kandung dari tabloid Animonster. Format Gamestation bisa dibilang paling lengkap dan modern bila dibandingkan dengan majalah game lainnya. Gamestation, Animonster, dan Cinemags itu sendiri merupakan tiga majalah yang diterbitkan oleh Megindo. Saat ini media yang masih aktif adalah Cinemags dalam bentuk website.
Jakarta justru menjadi kota paling akhir bergabung ke dalam industri majalah game. Kompas sepertinya bermain aman dengan merilis HotGame di penghujung tahun 1999. Saat itu HotGame memaksakan diri untuk menggunakan cover yang digambar ulang. Mungkin hal ini dilakukan demi melangkahi hukum IP (intellectual property), yang sebenarnya sangat lazim dilanggar oleh majalah game di Indonesia saat itu.
Era silver age majalah game
Era ini ditandai dengan lepasnya GrandC dari Ultima dan bergabung ke Jawa Pos untuk mengerjakan Zigma dan Omega. Kedua majalah ini memiliki fokus yang berbeda. Zigma lebih ke konsol, sementara Omega lebih ke PC dan MMO. Selain kepindahan GrandC, era silver age ditandai juga dengan banyaknya majalah asing yang diterbitkan ulang dengan bahasa Indonesia. Seperti misalnya PG Gamer dari UK dan Level dari Ceko.
Sebenarnya di era silver age ini ada banyak majalah lokal lain yang terbit dan tenggelam, tetapi yang paling berkesan adalah munculnya majalah-majalah asing yang diterjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia. Majalah asing tersebut tidak sungkan-sungkan untuk menggunakan kertas mahal nan tebal untuk majalah yang mereka terbitkan di Indonesia.
Keberadaan majalah game asing ini seperti menambah dan mengubah peta persaingan media cetak di Indonesia. Sebab beberapa orang yang tadinya membeli majalah asing, memutuskan untuk membeli versi Indonesianya juga saat mengetahui adanya versi Indonesia dari majalah yang mereka konsumsi.
Dawn of new era
Pada tahun 2000-an beberapa forum di Indonesia mulai menyediakan thread khusus yang membahas video game. Mulai dari Kaskus, VGI, hingga Indogamers berlomba-lomba untuk membuat forum yang bersahabat bagi komunitas gamer. Dari beberapa forum tersebut muncul website game yang dikelola secara profesional.
VGI, GameQQ, Liga Game, JagoGame, dan KotakGame, menjadi salah lima dari beberapa website atau portal berita game yang eksis di Indonesia. Pada tahun 2006 kelima portal game ini mulai menancapkan kaki di industri game Indonesia. Secara perlahan tapi pasti, industri media game Indonesia mulai bergeser ke online.
Trend pergeseran ini terus terjadi hingga akhirnya satu persatu media cetak tumbang dihantam budaya online. Kondisi ini semakin parah begitu dunia mengenal google dan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Posisi media cetak semakin limbung karena kebanyakan orang kini mencari hiburan secara online.