Meskipun lebih terarah dan jelas, sistem kompetitif di Dota 2 tahun ini jauh dari sempurna. Ini terlihat ketika belum lama ini Toby “Tobiwan” Dawson, salah satu caster terkenal di Dota 2, mengemukakan kekhawatirannya. Namun kekhawatiran ini langsung dijawab oleh Valve dengan mengumumkan sistem baru untuk musim kompetitif Dota 2 tahun depan.
Pertama, Ayo Memahami Masalah di Musim Kompetitif Tahun Ini
Adanya Major yang mendampingi The International yang diselenggarakan langsung oleh Valve memang membuat semua tim punya fokus yang jelas sepanjang tahun. Namun karena hadiah dan prestise yang dimiliki, tim hanya fokus pada Major dan tidak begitu tertarik atau serius di turnamen-turnamen pihak ketiga lain. Belum lagi prestasi di Major adalah patokan paling jelas siapa yang akan diundang ke The International.
Ini otomatis membuat pihak penyelenggara pihak ketiga (misal ESL, Dreamhack, dan Starladder) kesulitan untuk mengadakan turnamen, karena tim, terutama tim besar, jelas lebih memprioritaskan Major atau persiapan Major ketimbang turnamen lain, begitu juga penonton yang menyaksikan. Otomatis turnamen pihak ketiga ini hanya menghadirkan tim yang tidak terlalu besar, membuat penonton semakin tidak tertarik untuk menyaksikan.
Lalu karena prospek jumlah penonton yang kurang, penyelenggara juga kesulitan meyakinkan sponsor agar bisa memberikan uang, dan akhirnya kualitas turnamen mereka juga harus diturunkan, dan ujung-ujungnya mereka tidak bisa mendapatkan untung dari turnamen yang mereka selenggarakan. Well, itupun jika mereka masih tetap ingin menyelenggarakan turnamen itu, karena saya rasa ada banyak penyelenggara yang sudah tidak mau mengadakan turnamen Dota 2 karena prospeknya yang tidak menguntungkan.
Imbas jangka panjangnya, karena minimnya turnamen di luar Major, pemain Dota 2 pun mungkin akan malas maju ke level pro, karena tidak ada tempat untuk mengasah kemampuan dan mencari pengalaman, dan tidak ada tempat untuk menghasilkan uang. Akhirnya, jumlah pemain pro akan berkurang karena bibit baru tidak pernah muncul, sementara pemain lama akan sedikit demi sedikit berkurang karena pensiun.
Apa yang Berubah di Tahun Depan?
Jika tahun ini Major diadakan langsung oleh Valve, di tahun berikutnya Major akan diadakan oleh pihak ketiga. Sama seperti sistem CS:GO, Valve akan memilih turnamen yang berhak menjadi turnamen Major, dengan syarat penyelenggara tersebut memiliki prizepool minimal US$500.000 (sekitar Rp6,6 miliar), mampu mengadakan LAN, serta minimal satu kali kualifikasi di enam regional terpisah, yaitu Asia, Eropa, CIS, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Cina. Valve sendiri nantinya juga akan menambahkan US$500.000 sebagai prizepool tambahan ke turname tersebut.
Tidak cuma Major, Valve juga akan memilih beberapa penyelenggara atau turnamen pihak ketiga lain untuk menjadi turnamen Minor. Syaratnya kurang lebih sama, yaitu turnamen tersebut harus menyediakan LAN serta minimal satu kali kualifikasi di enam regional terpisah. Bedanya, turnamen minor harus memiliki prizepool minimal US$150.000 (sekitar Rp1,5 miliar), dan Valve akan menambahkan US$150.000 lagi ke prizepool tersebut.
Ini tentunya akan memberikan kesempatan dan ruang ke penyelenggara pihak ketiga seperti ESL dan Dreamhack untuk melakukan turnamen Dota 2. Karena sekarang turnamen mereka bisa menjadi Major atau Minor, yang berarti dijamin akan memiliki hype, tim besar sebagai peserta, dan otomatis mendatangkan penonton serta sponsor. Penyelenggara juga akan berbondong-bondong untuk meningkatkan kualitas turnamen mereka agar berhak mendapatkan predikat Major atau Minor.
Sistem Undangan The International yang Lebih Transparan
Selain lebih bersahabat untuk penyelenggara, sistem kompetitif Dota 2 tahun depan juga lebih transparan dalam urusan The International. Selain hadiah uang, Major dan Minor juga akan memberikan Qualifying Point ke tim yang mendapatkan peringkat yang tinggi. Qualifying Point ini akan diberikan ke pemain (bukan tim), dengan jumlah yang berbeda tergantung pada jenis turnamen (Major atau Minor), prizepool. Sebaran poinnya juga berbeda tergantung tanggal penyelenggaraan. Semakin dekat turnamen tersebut dengan tanggal The International, semakin besar pula Qualifying Point yang diberikan.
Akumulasi Qualifying Point ini akan menjadi satu-satunya acuan yang menentukan apakah sebuah tim berhak diundang ke The International atau tidak. Jika sebuah tim punya pemain dengan jumlah akumulasi poin tertinggi, maka mereka akan punya peluang tinggi untuk diundang langsung ke The International. Berapa banyak poin yang diperoleh masing-masing pemain juga akan diperlihatkan di halaman leaderboard yang disediakan oleh Valve nanti.
Ingat, Qualifying Point ini terikat pada pemain, bukan tim. Nah, untuk mencegah eksploitasi terhadap sistem ini, Valve masih memberlakukan periode Roster Lock untuk pertukaran roster atau anggota tim. Pemain hanya boleh berpindah tim di periode Roster Lock yang ditentukan oleh Valve agar tidak kehilangan tim. Jika pemain berpindah tim di luar periode tersebut, ia akan kehilangan semua poin yang ia miliki. Tidak cuma itu, dalam satu tim, hanya tiga pemain dengan poin terbesar yang akan dihitung ke dalam akumulasi Qualifying Point tim
Sistem baru ini tentu jauh lebih transparan dibanding sebelumnya, di mana tidak ada yang tahu apa patokan Valve dalam menentukan siapa yang berhak diundang ke The International 2017. Jika tahun depan ada banyak turnamen Major dan Minor sepanjang tahun, berarti semua tim, termasuk tim Indonesia, akan punya kesempatan yang lebih besar untuk berkancah di The International.
Kemungkinan Eskploitasi
Meskipun menurut saya sistem yang diberlakukan Valve sudah sangat bagus baik untuk pemain maupun penyelenggara, saya masih sedikit dengan sistem Qualifying Point. Jika memang Qualifying Point terikat pada pemain, bukan tim, bukan tidak mungkin beberapa tim atau pemain akan melakukan perubahan roster di fase terakhir hanya demi memiliki akumulasi poin yang cukup untuk dijamin mendapat undangan The International.
Valve sendiri sebenarnya sudah melakukan pencegahan dengan tetap memberlakukan Roster Lock, distribusi poin yang lebih besar di pengujung musim, serta hanya menghitung tiga pemain dengan poin terbanyak dalam sebuah tim. Namun sejauh ini kita hanya baru melihat gambaran besar, dan bukan tidak mungkin beberapa pemain akan mengeksploitasi sistem ini dengan melakukan pergantian roster yang seenaknya.
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, saya rasa perubahan ini sangatlah dibutuhkan untuk ranah Dota 2. Dengan begini semoga saja ranah kompetitif Dota 2 tetap, atau malah semakin menarik diikuti.
Nah, pertanyaan berikutnya, dengan sistem baru ini, seberapa besar kans tim Indonesia untuk maju ke Major, Minor, atau malah The International? Lalu, karena penyelenggara manapun bisa ditunjuk menjadi Major atau Minor, apakah ke depannya akan ada turnamen Indonesia yang bisa ditunjuk jadi Major atau Minor? Kita lihat saja di musim kompetitif tahun depan.
Sumber gambar utama: FaceIt